Manusia adalah mahluk percaya. Pada kadarnya
masing-masing, setiap mahluk telah memiliki kepercayaan/kesadaran akan
dirinya sejak ia ada berupa prinsip-prinsipdasar yang niscaya lagi rasional
yang diketahui secara intuitif (common sense). Olehkarena itu, kepercayaan adalah prinsip utama makhluk sebelum ia merespon segalasesuatu diluar dirinya. Dengan bekal ini,
manusia memiliki potensi untuk mengetahui danmempercayai
pengetahuan-pengetahuan baru melalui aktivitas berpikir. Berpikir adalahaktivitas khas manusia dalam upaya memecahkan masalah-masalah dengan modal prinsip-prinsip
pengetahuan sebelumnya.Memiliki sebuah kepercayaanyang benar, yang selanjutnya
melahirkan tata nilai,adalah sebuah kemestian
bagi perjalanan hidup manusia. Manusia yang berkepercayaansalah
atau dengan cara yang salah tidak akan mengiringnya pada kesempurnaan. padahakikatnya, perilaku manusia yang tidak peduli untuk berkepercayaan benar tidak ubahnya seperti binatang. Manusia harus menelaah secara objektif sendi-sendikepercayaannya
dengan segala potensi yang dimilkinya.Kajian yang
mendalam tentang kepercayaan sebagai sebuah konsep teoritis akanmelahirkan
sebuah kesadaran bahwa manusia adalah maujud yang mempunyai hasrat dancita-cita
untuk menggapai kebenaran dan kesempurnaan mutlak, bukan nisbi. Artinya,
iamencari Zat Yang Mahatinggi dan Mahasempurna
(Al-Haqq)
. Siapapun yang menginkarimaupun yang menyakini adanya Tuhan sama-sama
mencari dan mencintai Zat semacamini.Manusia
−
yang terbatas-tidak sepurna-tergantung
−
memerlukan sebuah sistemnilai yang sempurna dan tidak terbatas sebagai
sandaran dan pedoman hidupnya. Sistemnilai tersebut harus berasal dari Zat Yang
Mahasempurna yang segala atributnya berbedadengan
mahluk. Konsekuensi akan kebutuhan asasi manusia pada sosok
Mahasempurnaini menegaskan bahwa sesuatau itu harus dapat dijelaskan
oleh argumentasi-argumentasirasional, terbuka, dan tidak doktriner. Sehingga,
semua lapisan intelektual manusia tidak ada yang sanggup menolak
eksistensi-Nya.Sekalipun demikian, kenyataan menunjukkan
bahwa Sang Mahasempurna itudiklaim oleh berbagai lembaga kepercayaan (agama) di dunia ini dengan berbagaikonsep, istilah dan bentuk. Simbol-simbol agama
yang berbeda satu sama lain tersebutmenyiratkan secara tersurat beberapa kemungkinan: semua agama itu benar; semuaagama
itu salah; atau, hanya ada satu agama yang benar.Agama-agama yang berbeda
mustahil memiliki sosok Mahasempurna yang sama,walau memiliki kesamaan
etimologis.sebab,bila sosok tersebut sama,maka agama-agamaitu identik.Namun,kenyataan sosiologis menyebutkan
adanya perbedaan pada masing-masing agama. Demikian pula, menilai semua agama
itu salah adalah mustahil, sebab bertentangan dengan prinsip
kebergantungan manusia pada sesuatu yang mahasempurna(Al-Haqq/Tihan). Maka
dapatlah disimpulkan bahwa hanya satu agama saja yang benar.
Dengan argumentasi diatas, manusia diantarkan pada konsekwensi memilih danmengikuti agama yang telah terbukti secara
argumentatif.Diantara berbagai dalil yang
dapat diajukan, membicarakan keberadaan tuhanadalah hal yang paling prinsipil.
Keberadaan dan perbedaan agama satu dengan yanglainnya di tentukan oleh sosok
“ Tuhan “ tersebut. yang pasti, ciri-ciri keberadaan Tuhan ( pencipta /
khaliq ). Bertolak belakang dengan ciri-ciri khas manusia ( Yang
diciptakan /makhluq ). Bila manusia adalah
maujud tidak sempurna, bermateri, tersusun, terbatas,terindera, dan bergantung,
maka tuhan adalah zat yang mahasempurna, immateri, tidak tersusun,
sederhana, tidak terdiri dari bagian, tidak terindera secara material, dan
tunggal(Esa/Ahad).Dengan demikian
diketahuilah bahwa manusia dapat mengetahui ciri-ciri umumTuhan,
namun mustahil dapat mengetahui materi Zat-Nya. Manusia mengklaim dapatmenjangkau
zat Tuhan, sesungguhnya telah membatasi Tuhan dengan Rasionya (reason).Segala sesiatu yang terbatas, pasti bukan Tuhan. Ketika manusia menyebut “DiaMahabesar “. Sesungguhnya Ia lebih besar dari seluruh konsepsi manusia tentangkebesaran-Nya. Berdasarkan hal tersebut,
potensialitas akal ( Intelect ) manusia dalammengungkap hakikat zat-Nya menyiratkan bahwa pada dasarnya
seluruh makhluk diciptakan
oleh-Nya sebagai manifestasi diri-Nya (inna li Llahi) yang kemudian akankembali
kepada-Nya (wa inna ilaihi raji’un) sebagai realisasi kerinduan manusia akankeabadian
kesempurnaaan, kebahagiaan mutlak.Keinginan
untuk merefleksikan ungkapan terima kasih dan beribadah kepadaTuhan Yang Mahaesa menimbulkan kesadaran bahwa Ia Yang Mahaadil mestimembimbing umat manusia tentang cara yang benar dan pasti dalam berhubungandengan-Nya. Pembimbing Tuhan kepada setiap mahluk
berjalan sesuai dengan kadar potesialitasnya dalam suatu cara perwujudan yang suprarasional (wahyu) diberikankhusus
kepada hamba-hamba-Nya yang memiliki ketinggian spritual.Relasi konseptual tentang ke-Mahabijaksana-an Tuhan untuk membimbingmakhluk secara terus menerus dan kebutuhan abadi makhluk akan bimbinganmemestikan kehadiran sosok pembimbing
yang membawa risalah-Nya (rasul0, yangmerupakan hak
prerogatif-Nya. Rasul adalah cerminan Tuhan di dunia. Kepatuhan dankecintaan makhluk
kepada mereka adalah niscaya. Pengingkaran kepada mereka
identik dengan pengingkaran kepada mereka identik dengan
pengingkaran kepada Tuhan.Bukti kebenaran adanya
rasul untuk manusia ditunjukkan pula oleh kejadian-kejadian luar biasa yang kasat mata (mu’jizat) yang mustahil dapat dilakukan olehmanusia lain tanpa dipelajari. Pemberian tanda
istimewa kepada rasul akan semakinmenambah keimanan seseorang. Mu’jizat juga
sebagai bukti tambahan bagi siapa sajayang tidak mau beriman kepada Tuhan dan pesuruh-Nya, kecuali bila diperlihatkankepadanya
hal-hal yang luar biasa.Kepatuhan dan keyakinan manusia kepada rasul melahirkan sikap percayaterhadap apa pun yang dikatakan dan
diperintahkannya. Keyakinan tentang kitab suci(bacaan atau kumpulan firman Tuhan, disebut Al-quran) yang dibawanya adalahkonsekuensi
lanjutan. Di dalam kitab suci terdapat keterangan-keterangan tentang segalasesuatu sejak dari alam sekitar dan manusia,
sampai kepada hal-hal gaig yang tidak mingkin dapat diterima oleh
pandangan saintifik dan empiris manusia.Konsepsi
fitrah dan ‘rasio’ tentang Tuhan diatas ternyata selaras dengan konsepTuhan dalam ajaran-ajaran Muhammad yang mengaku rasul Tuhan yang disembah
selama ini. Muhammad mengajarkan kalimat
persaksian/keimanan (syahadatan)bahwatidak ada (la) Tuhan (ilah) yang benar
kecuali (illa) Tuhan yang merupakan kebenaranTunggal/Esa/Ahad (Allah, dari al-ilah). Ia (Muhammad)
juga menerangkan bahwa dialahrasul Allah
(rasulullah). Menurut agama yang mengajarkan ketundukan dan kepatuhan pada
kebenaran (islam) pada ummatnya ini (muslim). Proses pencarian kebenaran dapatditempuh dengan berbagai jalan, baik ilmiah,
intuitif, filosofis, historis, dan lain-laindengan memperhatikan ayat-ayat
Tuhan yang terdapat didalam Kitab suci maupun dialam ini.Konsukuensi lanjut setelah manusia melakukan pencarian ketuhanan dankerasulan adalah kecendrungan fitrah dan kesadaran rasionalnya untuk meraihkebahagiaan.
Keabadian, dan kesempurnaan. ketidak mungkinan mewujudkan keinginan-keinginan
ideal tersebut didalam kehidupan dunia yang bersifat temporal ini melahirkankonsep tentang keberadaan hari akhirat – yang
sebelumnya dimulai dengan terjadinyakehancuran alam secarabesar-besaran (qiyamah/kiamat/hari agama/yaum al-din) – sebagai konsekuensi logis keadilan Tuhan. Kiamat merupakan permulaan bentuk kehidupan
yang tidak lagi bersifat sejarah atau duniawi. Disana tidak ada lagi kehidupanhistoris seperti kebebasan, usaha dan tata masyarakat yang menimbulkan ganjarandosa/pahala.Kehidupan akhirat merupakan refleksi perbuatan
berlandaskan iman, ilmu, danamal selama di dunia. Dengan kata lain, ganjaran di
akhirat adalah kondisi objektif darirelasi manusia terhadap Tuhan dan
alam.
0 komentar:
Posting Komentar