Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Halaman

kepercayaan


Manusia adalah mahluk percaya. Pada kadarnya masing-masing, setiap mahluk telah memiliki kepercayaan/kesadaran akan dirinya sejak ia ada berupa prinsip-prinsipdasar yang niscaya lagi rasional yang diketahui secara intuitif (common sense). Olehkarena itu, kepercayaan adalah prinsip utama makhluk sebelum ia merespon segalasesuatu diluar dirinya. Dengan bekal ini, manusia memiliki potensi untuk mengetahui danmempercayai pengetahuan-pengetahuan baru melalui aktivitas berpikir. Berpikir adalahaktivitas khas manusia dalam upaya memecahkan masalah-masalah dengan modal prinsip-prinsip pengetahuan sebelumnya.Memiliki sebuah kepercayaanyang benar, yang selanjutnya melahirkan tata nilai,adalah sebuah kemestian bagi perjalanan hidup manusia. Manusia yang berkepercayaansalah atau dengan cara yang salah tidak akan mengiringnya pada kesempurnaan. padahakikatnya, perilaku manusia yang tidak peduli untuk berkepercayaan benar tidak ubahnya seperti binatang. Manusia harus menelaah secara objektif sendi-sendikepercayaannya dengan segala potensi yang dimilkinya.Kajian yang mendalam tentang kepercayaan sebagai sebuah konsep teoritis akanmelahirkan sebuah kesadaran bahwa manusia adalah maujud yang mempunyai hasrat dancita-cita untuk menggapai kebenaran dan kesempurnaan mutlak, bukan nisbi. Artinya, iamencari Zat Yang Mahatinggi dan Mahasempurna
(Al-Haqq)
. Siapapun yang menginkarimaupun yang menyakini adanya Tuhan sama-sama mencari dan mencintai Zat semacamini.Manusia
yang terbatas-tidak sepurna-tergantung
memerlukan sebuah sistemnilai yang sempurna dan tidak terbatas sebagai sandaran dan pedoman hidupnya. Sistemnilai tersebut harus berasal dari Zat Yang Mahasempurna yang segala atributnya berbedadengan mahluk. Konsekuensi akan kebutuhan asasi manusia pada sosok Mahasempurnaini menegaskan bahwa sesuatau itu harus dapat dijelaskan oleh argumentasi-argumentasirasional, terbuka, dan tidak doktriner. Sehingga, semua lapisan intelektual manusia tidak ada yang sanggup menolak eksistensi-Nya.Sekalipun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa Sang Mahasempurna itudiklaim oleh berbagai lembaga kepercayaan (agama) di dunia ini dengan berbagaikonsep, istilah dan bentuk. Simbol-simbol agama yang berbeda satu sama lain tersebutmenyiratkan secara tersurat beberapa kemungkinan: semua agama itu benar; semuaagama itu salah; atau, hanya ada satu agama yang benar.Agama-agama yang berbeda mustahil memiliki sosok Mahasempurna yang sama,walau memiliki kesamaan etimologis.sebab,bila sosok tersebut sama,maka agama-agamaitu identik.Namun,kenyataan sosiologis menyebutkan adanya perbedaan pada masing-masing agama. Demikian pula, menilai semua agama itu salah adalah mustahil, sebab bertentangan dengan prinsip kebergantungan manusia pada sesuatu yang mahasempurna(Al-Haqq/Tihan). Maka dapatlah disimpulkan bahwa hanya satu agama saja yang benar.

Dengan argumentasi diatas, manusia diantarkan pada konsekwensi memilih danmengikuti agama yang telah terbukti secara argumentatif.Diantara berbagai dalil yang dapat diajukan, membicarakan keberadaan tuhanadalah hal yang paling prinsipil. Keberadaan dan perbedaan agama satu dengan yanglainnya di tentukan oleh sosok “ Tuhan “ tersebut. yang pasti, ciri-ciri keberadaan Tuhan ( pencipta / khaliq ). Bertolak belakang dengan ciri-ciri khas manusia ( Yang diciptakan /makhluq ). Bila manusia adalah maujud tidak sempurna, bermateri, tersusun, terbatas,terindera, dan bergantung, maka tuhan adalah zat yang mahasempurna, immateri, tidak tersusun, sederhana, tidak terdiri dari bagian, tidak terindera secara material, dan tunggal(Esa/Ahad).Dengan demikian diketahuilah bahwa manusia dapat mengetahui ciri-ciri umumTuhan, namun mustahil dapat mengetahui materi Zat-Nya. Manusia mengklaim dapatmenjangkau zat Tuhan, sesungguhnya telah membatasi Tuhan dengan Rasionya (reason).Segala sesiatu yang terbatas, pasti bukan Tuhan. Ketika manusia menyebut “DiaMahabesar “. Sesungguhnya Ia lebih besar dari seluruh konsepsi manusia tentangkebesaran-Nya. Berdasarkan hal tersebut, potensialitas akal ( Intelect ) manusia dalammengungkap hakikat zat-Nya menyiratkan bahwa pada dasarnya seluruh makhluk diciptakan oleh-Nya sebagai manifestasi diri-Nya (inna li Llahi) yang kemudian akankembali kepada-Nya (wa inna ilaihi raji’un) sebagai realisasi kerinduan manusia akankeabadian kesempurnaaan, kebahagiaan mutlak.Keinginan untuk merefleksikan ungkapan terima kasih dan beribadah kepadaTuhan Yang Mahaesa menimbulkan kesadaran bahwa Ia Yang Mahaadil mestimembimbing umat manusia tentang cara yang benar dan pasti dalam berhubungandengan-Nya. Pembimbing Tuhan kepada setiap mahluk berjalan sesuai dengan kadar  potesialitasnya dalam suatu cara perwujudan yang suprarasional (wahyu) diberikankhusus kepada hamba-hamba-Nya yang memiliki ketinggian spritual.Relasi konseptual tentang ke-Mahabijaksana-an Tuhan untuk membimbingmakhluk secara terus menerus dan kebutuhan abadi makhluk akan bimbinganmemestikan kehadiran sosok pembimbing yang membawa risalah-Nya (rasul0, yangmerupakan hak prerogatif-Nya. Rasul adalah cerminan Tuhan di dunia. Kepatuhan dankecintaan makhluk kepada mereka adalah niscaya. Pengingkaran kepada mereka identik dengan pengingkaran kepada mereka identik dengan pengingkaran kepada Tuhan.Bukti kebenaran adanya rasul untuk manusia ditunjukkan pula oleh kejadian-kejadian luar biasa yang kasat mata (mu’jizat) yang mustahil dapat dilakukan olehmanusia lain tanpa dipelajari. Pemberian tanda istimewa kepada rasul akan semakinmenambah keimanan seseorang. Mu’jizat juga sebagai bukti tambahan bagi siapa sajayang tidak mau beriman kepada Tuhan dan pesuruh-Nya, kecuali bila diperlihatkankepadanya hal-hal yang luar biasa.Kepatuhan dan keyakinan manusia kepada rasul melahirkan sikap percayaterhadap apa pun yang dikatakan dan diperintahkannya. Keyakinan tentang kitab suci(bacaan atau kumpulan firman Tuhan, disebut Al-quran) yang dibawanya adalahkonsekuensi lanjutan. Di dalam kitab suci terdapat keterangan-keterangan tentang segalasesuatu sejak dari alam sekitar dan manusia, sampai kepada hal-hal gaig yang tidak mingkin dapat diterima oleh pandangan saintifik dan empiris manusia.Konsepsi fitrah dan ‘rasio’ tentang Tuhan diatas ternyata selaras dengan konsepTuhan dalam ajaran-ajaran Muhammad yang mengaku rasul Tuhan yang disembah

selama ini. Muhammad mengajarkan kalimat persaksian/keimanan (syahadatan)bahwatidak ada (la) Tuhan (ilah) yang benar kecuali (illa) Tuhan yang merupakan kebenaranTunggal/Esa/Ahad (Allah, dari al-ilah). Ia (Muhammad) juga menerangkan bahwa dialahrasul Allah (rasulullah). Menurut agama yang mengajarkan ketundukan dan kepatuhan pada kebenaran (islam) pada ummatnya ini (muslim). Proses pencarian kebenaran dapatditempuh dengan berbagai jalan, baik ilmiah, intuitif, filosofis, historis, dan lain-laindengan memperhatikan ayat-ayat Tuhan yang terdapat didalam Kitab suci maupun dialam ini.Konsukuensi lanjut setelah manusia melakukan pencarian ketuhanan dankerasulan adalah kecendrungan fitrah dan kesadaran rasionalnya untuk meraihkebahagiaan. Keabadian, dan kesempurnaan. ketidak mungkinan mewujudkan keinginan-keinginan ideal tersebut didalam kehidupan dunia yang bersifat temporal ini melahirkankonsep tentang keberadaan hari akhirat – yang sebelumnya dimulai dengan terjadinyakehancuran alam secarabesar-besaran (qiyamah/kiamat/hari agama/yaum al-din) – sebagai konsekuensi logis keadilan Tuhan. Kiamat merupakan permulaan bentuk kehidupan yang tidak lagi bersifat sejarah atau duniawi. Disana tidak ada lagi kehidupanhistoris seperti kebebasan, usaha dan tata masyarakat yang menimbulkan ganjarandosa/pahala.Kehidupan akhirat merupakan refleksi perbuatan berlandaskan iman, ilmu, danamal selama di dunia. Dengan kata lain, ganjaran di akhirat adalah kondisi objektif darirelasi manusia terhadap Tuhan dan alam.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar