KEBUDAYAAN INDONESIA DAN KEPRIBADIAN BANGSA *)
Kebudayaan Indonesia adalah satu kondisi manjemuk karena ia bermodalkan berbagai kebudayaan lingkungan wilayah yang berkembang menurut tuntutan sejarahnya sendiri-sendiri. Pengalaman serta kemampuan wilayah-wilayah itu memberikan jawaban terhadap masing-masing tantangan itulah yang memberikan bentuk, shape, dari kebudayaan itu. Juga proses sosialisasi yang kemudiandikembangkan dalam kerangka masing-masing kultur itu memberi warna kepada kepribadian yang muncul dari lingkungan wilayah budaya itu.
Clifford Geertz menyebut lingkungn wilayah budaya sebagai old societies – masyarakat-masyarakat lama.
Pada waktu masyarakat-masyarakat lama yang berada di kepulauan Nusantara ini disatukan oleh penjajah, kemajemukan kondisinya justru dipertahankan oleh penjajah untuk kepentingan pertahanan kekuasaannya. Maka dalam perkembangan wilayah kebudayaan itu selanjutnya cara perkembangannya juga ditentukan oleh perhitungan kepentingan sang penjajah.
Beberapa wilayah kebudayaan seperti Jawa dan Sunda mendapatkan kesempatan perkembangan – meskipun bukannya tanpa bayaran yang mahal – serta berdialog dengan dunia Barat modern.
Pasa waktu kita sebagai kumpulan masyarakat lama akhirnya berpedapat bahwa satu-satunya jalan untuk bisa mengatasi keterbelakangan kondisi kepulauan ini ialah dengan membuat suatu kesatuan yang disebut “bangsa baru yang modern”, maka sejak semula sesungguhnya kita juga menyadari kondisi kemajemukan serta ketimpangan keadaan itu. Sejak semula seyogyanya kita sudah menyadari akan perjalanan panjang , yang mesti kita tempuh, bila kita menuju kepada kepada satu kebudayaan baru yang “homogen” yang disebut Indonesia itu. Sejak semula kita seyogyanya tahu, bahwa tekad yang radikal dengan menyatakan hadirnya satu bahasa kesatuan di atas bahasa-bahasa regional, adalah baru jalan rintisan saja menuju jalan panjang pembangunansolidaritas baru itu.
Maka tantangan kebudayaan kita yang paling serius dalam menggalang satu konsep kebudayaan baru yang disebut Indonesia itu adalah kondisi majemuk kita serta ketimpanganya. Dapatkah dari kemajemukan dan ketidakseombangan atau ketimpangan kondisi itu dikembangkan suatu kultur baru yang homogen? Ataukah justru justru kondisi yang tidak homegen, yang majemuk ini, justru dinamika kita yang menguntungkan untuk membangun suatu solidaritas baru?
Tantangan kita yang berikut adalah konsekwensi dari kehendak kita untuk membuka pintu budaya kita lebar-lebar. Tidak hanya bagi kebudayaan-kebudayaan lingkungan yang lalu, akan tetapi juga bagi kebudayaan asing lewat berbagai saluran ekonomi, pendidikan dan politik.
Tantangan ini berjalin sangat eratnya dengan kondisi kemajemukan serta ketidakeseimbangan tersebut tadi. Sebab, dari kondisi yang demikian juga akan ditentukan pula kualitas pengolahan dialog dengan kebudayaan asing itu.
/http://jurnaltoddoppuli.wordpress.com/2009/07/10/kebudayaan-indonesia-dan-kepribadian-bangsa/
0 komentar:
Posting Komentar